“Bukankah Anda tahu bahwa setiap umat itu
memiliki orang yang mulia, dan orang mulia bagi Bani Umayyah adalah Umar bin
Abdul Aziz, dan dia akan dibangkitkan pada hari kiamat menjadi umat yang
satu.” (Muhammad bin
Ali bin Al-Husein)
Siapa yang
tidak kenal dengan sosok Umar bin Abdul Aziz, pemimpin yang penuh dengan
kesederhanaan dan hidup bersahaja demi kesejahteraan rakyatnya. Lelaki
yang menangis ketika pertama kali diberikan amanah kepemimpinan oleh Sulaiman
bin Abdul Malik sebelum beliau wafat.Sulaiman memerintahkan seluruh menteri dan
gubenur agar berbai’at (berjanji) untuk setia dan mendukung kepemimpinan Umar
bin Abdul Aziz. Penerus dinasti Bani Umayyah ini tidak memiliki pilihan ketika
beliau diangkat menjadi khalifah. Dalam tangisnya Umar bin Abdul Azis berucap:
“Innalillahi wa Innaa ilaihi raji’uun, Demi Allah, sungguh aku tidak pernah
meminta hal ini sedikit pun, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan”
Beliau
berkata kepada istri sambil menangis terisak-isak” Wahai Istriku Aku telah di
uji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang
yang miskin, ibu-ibu yang janda, anak-anaknya ramai, tapi rezekinya sedikit, aku
teringat orang-orang dalam penjara, para fuqara (mereka yang tidak
bepenghasilan). Aku tahu, mereka akan mendakwahi aku di akhirat kelak dan aku
takut dan
bimbang aku tidak dapat menjawab pertanyaan
mereka sebagai khalifa, karena
aku tahu, yang akan akan
menjadi pembela meraka adalah Rasullullah saw.” Subhanallah, Seorang Khalifah
yang dulu masa muda diberi kenikmatan oleh Allah berupa Harta, Nasab (nikmat) yang
Istimewa, dan Istri yang Setia, begitu takut dan Lemahnya pada saat di percaya
umat untuk Menjadi Amirul Mukminin.
Pada saat
beliau menjadi Khalifah, beliau lepas semua pakaian mewah yang beliau pakai, beliau
ganti dengan pakaian yang sederhana. Ada suatu kejadian yang menarik yang
pernah di lakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Suatu
hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu
sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang.
Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan,
“Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang
adalah utusan gubernurnya”.
Penjaga
itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, “Izinkan dia
masuk”. Utusan itu masuk, dan Umar menyuruh pelayannya untuk menyalakan lilin yang
besar, sembil menyuruh utusan tadi untuk duduk. Umar berkata kepadanya “wahai
hamba Allah, apa sajakah berita yang kau bawa dari gubernurku?”. Dan utusan itu
pun menjelaskan semua yang di sampaikan oleh Gubernur kepada Amirul Mukminin
Umar bin Abdul Aziz.
Umar pun puas dengan jawaban Utusan tersebut, dan
ketika pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu berbalik
bertanya kepada Umar. “Ya Amirul Mukmin, bagaimanakah keadaanmu, keluargamu, dan
seluruh pegawai pemerintahanmu? Dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu?”,
Umar mematikan api lilin besar yang menyala tadi, dan memanggil pelayannya
“wahai fulan, tolong nyalakan lilin kecil dekat dapurku berada”. Pelayan itu
pun menyalakan lilin kecil yang terangnya tidak sampai ke seluruh ruangan yang
ada di kantornya.
Dengan
sikap Umar yang mematikan lampu tadi, juga menimbulkan rasa penasaran pada diri
utusan tadi “Wahai Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum
pernah anda lakukan.” Umar menimpali “Apa itu wahai fulan?”. “Engkau mematikan
lilin besar yang cahayanya sampai ke seluruh pojok ruangan ini dan mengantikannya
dengan lilin kecil yang cahayanya tidak begitu besar, dan itu pada saat aku
bertanya perihal keadaanmu dan keluargamu”. Umar menjawab dengan nada yang
sedih, ”wahai hamba Allah, lilin yang ku nyalakan tadi adalah harta Negara, harta
para kaum muslimin, dan kau datang kepada ku demi mereka, maka aku hidupkan
lilinnya, dan sedangkan barusan kau bertanya tentang keluargaku, maka aku
matikan lilin milik harta kaum muslimin ini, dan aku ganti dengan lilin ku”, Umar
melanjutkan “Wahai Hamba Allah, sesungguhnya aku takut di akhirat kelak aku dicap
sebagai pemimpin yang tidak amanah”.
Subhanallah,
benar-benar mengagumkan. Beginilah seharusnya akhlak seorang pemimpin. Pemimpin
yang benar-benar menjalankan amanat rakyat, yang takut menggunakan harta rakyat
walau hanya sementara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar